Oleh: nurcholistani | Juli 3, 2007

Imogiri Menuju Agropolitan

Tatah Sungging ImogiriWilayah Imogiri yang terdiri dari 8 Desa yaitu Karangtengah, Wukirsari, Sriharjo, Kebonagung, Selopamioro, Imogiri, Karangtalun, Girirejo dan 72 dusun mempunyai luas 5448 ha saat ini mulai berbenah kembali pasca gempa 2006 lalu. Dengan penduduk sekitar 57 ribu jiwa, kecamatan ini bahkan memproyeksikan diri menuju kecamatan agropolitan mengingat berbagai potensi yang cukup bagus di kecamatan Imogiri.

Hal ini dikemukakan oleh Camat Imogiri, Drs. Agus Sulistyono saat menjamu wartawan di Balai desa Wukirsari, Selasa( 26/6) lalu. Daerah yang akan dijadikan wilayah Agropolitan adalah wilayah Desa Karangtengah. Agropolitan menurut Agus merupakan wilayah bernuansa pedesaan/pedusunan tapi punya kegiatan seperti kota seperti berusaha, berdagang dan tujuan wisata. Hal akan digarap adalah pengembangan ulat sutera, pembangunan industri sutera alam sebagai bahan baku untuk sentra-sentra batik yang ada di Imogiri. Sehingga nantinya batik yang ada di Imogiri dapat berbahan sutera yang punya potensi jual tinggi. Untuk mendukung pengembangan ulat sutera ini maka akan dilakukan penanaman tanaman keras di Karangtengah seperti jambu mete, mahoni, jati serta mangga.

Bahkan konsep Agropolitan ini sudah pernah ditinjau pejabat dari berbagai departemen dan menyatakan mendukung. Apalagi wilayah Karangtengah yang juga dekat Desa Mangunan Kec. Dlingo yang kedepanya sebagai obyek wisata kebun buah. “ Harapanya nanti mereka berkunjung ke kebun buah dan kembali lagi ke Imogiri” kata Agus.

Wilayah Imogiri juga dicanangkan sebagai gerbang budaya Kab. Bantul mengingat wilayah ini juga kaya budaya/kesenian lokal. “ Banyak sekali budaya kesenian yang masih dilestarikan seperti macapatan, kroncong, cokekan dan karawitan, “ katanya. Potensi kerajinan rumah tangga yang ada di Imogiri ternyata juga sangat mendukung kegiatan dan potensi budaya ini.

Saat ini di wilayah Imogiri terdapat kurang lebih 500 pengrajin. “ Kami berencana untuk menyediakan lahan di pinggir jalan di satu tempat guna kegiatan kerajinan, sehingga nantinya banyak orang yang melihat bahwa memang Imogiri sentra kerajinan, “ papar Agus. Bahkan kegiatan kerajinan ini juga sudah turun temurun sehingga anak SD di Giriloyo saja sudah mampu membatik. Di Imogiri saat ini juga sudah ada museum batik yang dikelola oleh Suliantoro Sulaeman. Dalam mengembangkan batik beliau juga menggunakan pewarnaan dari alam. Warna alam ternyata juga sangat bagus dan menarik.

Sementara itu lurah Desa Wukirsari Bayu Bintoro mengatakan bahwa kerajinan pasca gempa sudah mulai gayeng kembali. “ Saat ini di Imogiri sudah ada sekitar 400 perajin batik yang terbagi dalam 4 kelompok pembatik. Dan beberapa waktu lalu telah dideklarasikan sebagai ‘kampung batik’ oleh Dompet Dhuafa, “ ujarnya. Bahkan banyak pesanan yang masuk dari Jakarta karena batik Giriloyo masih alami motifnya.

 

Tatah sungging dan gurah

 

Sementara itu kerajinan lain yang ada meliputi tatah sungging. Kerajinan ini juga sudah mulai bangkit pasca gempa. Menurut Suyono Ketua Paguyuban Pengrajin Kulit (Tatah Sungging) Pocung Lestari di wilayahnya ada sekitar 1034 pengrajin tatah sungging. Berbagai jenis kerajinan kulit mampu dihasilkan para pengrajin Pocung diantaranya wayang kulit, kap lampu, tempat lilin, kipas ucapan, hiasan dinding dan berbagai jenis souvenir dari kulit. Harga yang ditawarkan juga bervariasi dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Harga tersebut berpatokan pada jenis dan ukuran.

Diakuinya bahwa saat ini memang para pengrajin mengalami kesulitan pemasaran. Untuk itu para pengrajin berharap ada solusi dari pemerintah mengenai masalah ini. “ Kami punya usulan agar desa kami juga dijadikan kawasan desa wisata sehingga bisa membantu upaya pemasaran, “ kata Suyono.

Saat ini bahan kap lampu didatangkan dari Magetan Jawa Timur, sedangkan bahan baku pembuatan wayang diperoleh dari Jakarta dan Magelang. Sedangkan harga bahan juga mengalami kenaikan. Dulu bahan kap lampu per kilogram Rp.30 ribu sekarang naik jadi Rp. 35 ribu. Sementara bahan kulit untuk membuat wayang yang sebelumnya Rp. 25 ribu hingga Rp. 30 ribu sekarang naik menjadi Rp. 40 ribu.

Imogiri juga punya sesuatu yang khas dibidang makanan tradisional. Jika musim mete maka akan ditemukan gudeg mete. “ Saat ini ada tiga orang yang punya keahlian khusus mengelola gudeg mete tersebut, “ ungkap Camat Imogiri Drs. Agus Sulistyono. Sedangkan minuman yang terkenal adalah wedang uwuh. Minuman yang jadi teman makan pecel bunga turi ini jadi favorit para pengunjung di kawasan wisata Makam Raja-raja Imogiri terutama di hari Minggu saat banyak orang datang sambil berolah-raga.

Pengobatan tradisional gurah juga jadi ikon Imogiri sejak dulu. Pengobatan gurah merupakan peninggalan KH. Marjuki dan sudah dikenal secara nasional. Sehingga gurah tumbuh pesat. Bahkan metode gurah juga tidak konvensional lagi mengeluarkan lendir lewat hidung tetapi juga sudah lewat keringat dengan cara minum kapsul gurah. Saat ini terdapat sekitar 63 penggurah.


Tinggalkan komentar

Kategori